“Denyut Nadi Kota Kairo”
Ali Al Mu’tashim Billah Al Ayyubi LC
(Direktur Utama Helwa Center Mesir)

Bagi saya julukan denyut nadi tidak berlebihan jika disematkan pada Masjid Al Azhar. Karena ia menggambarkan keutamaan dan urgensitas kota Kairo, ialah yang menjadi sebab kota ini menjadi pusat pemerintahan hingga saat ini, setidaknya hingga peresmian ibu kota baru New Administrative Capital nantinya. Akan tetapi selama masa jayanya, seluruh peristiwa dan kejadian bersejarah telah banyak singgah dan bermuara di kota ini. Kota seribu menara.
1056 tahun menjadi ibu bagi Mesir adalah waktu yang cukup lama bagi sebuah dinasti peradaban untuk singgah dan bersandar. Setidaknya 5 kali dalam 10 abad Kairo telah menjadi pusat pemerintahan bagi setiap dinasti yang singgah. Sejak berdirinya pada tahun 969 M, oleh jenderal Fatimiyyah Jawhar Ash Shiqliy, Al Azhar menjadi denyut nadi yang terus mengalirkan gelombang kehidupan bagi setiap dinasti ini.
Al Qahirah (القاهرة) yang berarti dalam bahasa arab, “Yang Menaklukkan”, sejalan dengan kemenangan yang diraih dinasti Fatimiyyah atas Abbasiyyah waktu itu, karena telah berhasil merebut Mesir darinya. Hal pertama yang menjadi fokus sang jenderal adalah membangun Masjid Al Azhar yang akan menjadi masjid utama dan pusat penyebaran ajaran mereka, Syiah Ismailiyyah.
Pembangunan dimulai sejak 24 Jumadil Awwal tahun 359 H, bertepatan dengan 7 Mei 970 M. Dan selesai sekitar dua tahun tiga bulan setelahnya, yaitu 7 Ramadhan 361 H, atau 23 Juni 972 M. Kumandang adzan jumat hari itu menjadi tanda awal peresmian pembukaan masjid ini, menjadi masjid pertama yang dibangun di kota Kairo.
Tidak banyak yang tahu, masjid ini bernama masjid kairo pada awalnya, menjadi simbol bagi kota itu sendiri. Tak lama dari itu nama ini tergeser dan kalah populer dengan nama keduanya, yaitu Al Azhar. Yang berarti bunga dalam bahasa arab, orang-orang Fatimiyyah menggunakan nama ini sebagai penghormatan terhadap anak perempuan nabi, Fatimah Az Zahra istri dari Ali Bin Abi Thalib RA. Mereka mengakui bahwa keturunan mereka dari Fatimah, yang akhirnya mereka pun menamakan dinasti mereka dengan namanya.
Ditambah lagi dengan istana-istana para penguasa Fatimiyyah yang berdiri megah tak jauh dari masjid, menambah kesan “bunga yang rekah di sekitar istana” milik para sultan. Seluruh proyek ini mulai dari Azhar hingga istana-istana megah yang dibangun oleh jenderal Jawhar Ash Shiqliy, adalah persembahan yang ia buatkan untuk sang penguasa Fatimiyyah saat itu, Al Muizz li Dinillah, yang tak lama dari itu ia diundang untuk berkunjung ke Mesir. Sejak kedatangan sang khalifah Fatimiyyah, maka berpindahlah ibukota dan pusat pemerintahan Fatimiyyah dari Mansuriyyah, Maroko ke Cairo, Mesir.

Berabad-abad berlalu, Masjid Al Azhar terus mengalami perluasan dan renovasi, menyesuaikan dengan zaman dan penguasa yang silih berganti. Setiap dinasti yang berkuasa di Mesir menorehkan jejaknya dalam arsitektur masjid ini, meninggalkan warisan khas yang menggambarkan corak pemerintahan mereka.
Pada masa Ayyubiyah, Shalahuddin Al Ayyubi, yang bermazhab Sunni, melakukan reformasi besar-besaran terhadap Al Azhar setelah berhasil menggulingkan Dinasti Fatimiyyah pada tahun 1171 M. Ia menutup masjid ini sebagai pusat pendidikan selama hampir 100 tahun demi menghapus pengaruh Syiah Ismailiyyah yang telah mengakar selama pemerintahan Fatimiyyah. Sebagai gantinya, ia membangun madrasah-madrasah Sunni di berbagai penjuru Mesir untuk menggantikan sistem pendidikan sebelumnya. Namun, meskipun ditutup sebagai pusat pendidikan, masjid ini tetap berfungsi sebagai tempat ibadah bagi masyarakat Kairo.
Setelah periode penutupan panjang ini, Masjid Al Azhar kembali dibuka sebagai pusat pendidikan pada era Dinasti Mamluk, yang menghidupkan kembali kajian-kajian ilmiah di dalamnya. Pada masa ini, Al Azhar mengalami perluasan signifikan dan mulai berkembang menjadi universitas Islam yang menarik penuntut ilmu dari seluruh dunia Muslim.
Adapun pelajaran pertama yang diajarkan di Masjid Al Azhar adalah pelajaran tentang Fiqh Syiah, yang disampaikan oleh Qadhi Abu Al-Hasan Ali bin Al-Nu‘man pada 365 H / 975 M di era Fatimiyyah. Sejak saat itu, Al Azhar berkembang menjadi pusat penyebaran ilmu agama dan menjadi rumah bagi berbagai disiplin ilmu, termasuk fikih, hadis, dan bahasa Arab.
Dinasti Mamluk, yang terkenal dengan arsitektur megahnya, turut menyumbangkan perluasan dan ornamen-ornamen khas mereka pada bangunan masjid. Pada masa ini, beberapa elemen arsitektur yang ditambahkan termasuk menara-menara tinggi dengan ukiran khas Mamluk, yang paling unik adalah menara yang memiliki dua kepala (Manarah Dzatu Ra’sain) serta mihrab marmer yang lebih indah dan dihiasi dengan kaligrafi yang sangat detail. Selain itu, mereka juga membangun rangkaian lengkungan muqarnas (hiasan stalaktit khas Islam) di beberapa bagian masjid, menambahkan unsur kemegahan pada interiornya. Mihrab yang lebih besar dan ukiran geometris yang lebih kompleks juga menjadi ciri khas tambahan pada era ini, mencerminkan selera seni Islam yang berkembang pesat di era Mamluk.
Pada masa Ottoman, Al Azhar semakin mengukuhkan dirinya sebagai pusat pendidikan Islam yang memiliki pengaruh hingga ke dunia Timur dan Barat. Selain memperkuat sistem akademiknya, mereka juga memperkaya ornamen masjid dengan tambahan kubah besar bergaya Ottoman, jendela kaca patri berwarna-warni, serta lampu-lampu gantung raksasa yang menambah kesan elegan pada ruang utama masjid.

Di bawah kepemimpinan Abdurrahman Katkhuda, Al Azhar mengalami perluasan yang signifikan, termasuk penambahan tiga gerbang baru dan sebuah minaret megah yang menjadi ikon utama masjid hingga kini. Gerbang-gerbang tersebut dihiasi dengan kaligrafi Ottoman yang indah, serta ukiran batu yang memperlihatkan sentuhan seni Islam yang lebih modern dibandingkan dengan era sebelumnya. Salah satu gerbang yang terkenal adalah Bab Al-Muzayinin, yang masih berdiri hingga saat ini.
Selain itu, ia juga membangun ruang-ruang belajar (riwaq) baru, yang diperuntukkan bagi para mahasiswa dari berbagai penjuru dunia Islam. Ruang-ruang ini tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga menjadi asrama bagi para penuntut ilmu yang datang dari berbagai wilayah, termasuk Afrika, Asia Tengah, dan Anatolia. Sistem riwaq ini kemudian menjadi model bagi sistem pendidikan berbasis asrama yang diterapkan di berbagai institusi Islam lainnya.
Tak hanya itu, proyek Abdurrahman Katkhuda juga mencakup penambahan menara baru, yang hingga kini menjadi salah satu simbol utama masjid. Menara ini dirancang dengan gaya Ottoman yang elegan, memiliki bentuk silindris bertingkat dengan ukiran geometris khas, serta dihiasi dengan keramik berwarna-warni yang memperkaya estetika bangunan.
Setiap detik waktu yang berlalu, Al Azhar tetap teguh berdiri, mengalirkan denyut kehidupan bagi peradaban Islam. Seperti Sungai Nil yang tak henti memberi kehidupan bagi Mesir, demikian pula Al Azhar yang terus menghidupkan cahaya ilmu bagi dunia Islam. Bukan sekadar batu dan semen yang menyusunnya, tetapi ribuan kisah dan perjalanan panjang yang menjadikannya lebih dari sekadar masjid—ia adalah saksi sejarah, pusat keilmuan, dan simbol keabadian Kairo sebagai ibu dari peradaban.
Sejarah dan Budaya Administrator 01 Feb 2025 12:20pm
-
Komentar : 0
Berikan komentar terbaik Anda
Kategori
- 4
- 6
- 5
- 1
- 5
Tulisan Terbaru
-
MHQ Lil Wafidîn 2025 : Helwa Center di Balik Suksesnya Kompetisi Hafiz Internasional
10 Mar 2025 08:40pm -
Sebuah Langkah Besar di Dalam Tramco
07 Mar 2025 07:01pm -
Milad Al Azhar: Jejak sejarah mercusuar ilmu
07 Mar 2025 06:34pm -
Ketika Napoleon Takluk oleh Ramadhan: Perjuangan Ummat Islam Mesir di Bulan Ramadhan
03 Mar 2025 02:56am -
Perang Badar dan Hikmah Ramadhan: Bulan Kemenangan di Medan Jihad
01 Mar 2025 11:45am -
Maidatur Rahman : Yang Paling di Nantikan Masisir Saat Ramadhan di Mesir
27 Feb 2025 06:22pm -
Transformasi Kepemimpinan: Menyambut Generasi Baru Helwa Center dengan Semangat Amanah
27 Feb 2025 05:41am -
Kunjungan Hangat Delegasi KKS Kairo Mesir ke Helwa Center Mesir: Sinergi Kekeluargaan untuk Penguatan Komunitas
27 Feb 2025 05:22am -
Dinamika Organisasi dan Plot Twist Tak Terduga: Refleksi Amanah di Musyawarah Besar Lijan Helwa Center
25 Feb 2025 07:48pm -
Mengapa Mesir Menjadi Magnet bagi Pelajar dari Seluruh Dunia?
25 Feb 2025 07:02pm